Sabtu, 20 Desember 2014

Artikel Permasalahan Yang Timbul Dalam Penilaian Kinerja

Artikel Permasalahan Yang Timbul Dalam Penilaian Kinerja

            Seperti yang telah kita ketahui bahwa hampir seluruh perusahaan melakukan penilaian kinerja yang berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya.
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan:
  • Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha
  • Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun rencana untuk mengoreksi kekurangan yang ditemukan dalam penilaian
  • Penilaian harus melayani tujuan perencanaan dengan meninjau rencana karyawan serta memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.
            Untuk melakukan penilaian dibutuhkan keahlian khusus dari seorang penyelia yang harus terbiasa dengan teknik dasar penilaian, memahami dan menghindari masalah – masalah yang dapat mengacaukan penilaian, serta dapat melaksanakannya dengan adil.
Proses penilaian kinerja yang dilakukan penyelia terdiri dari tiga tahap :
  1. Mendefinisikan pekerjan
  2. Menilai kinerja
  3. Memberikan umpan balik

Beberapa metode yang digunakan untuk melakukan penilaian antara lain :
  1. Metode Skala Peringkat Grafis yaitu Skala yang menuliskan sejumlah ciri dan jangkauan nilai kinerja untuk setiap ciri. Karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi nilai yang paling sesuai dengan tingkatan kinerjanya untuk setiap ciri.
  2. Metode Peringkat Alternasi yaitu memberikan peringkat kepada karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk , sampai semua telah diberi peringkat.
  3. Metode Perbandingan Berpasangan yaitu melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menentukan karyawan mana yang lebih baik pada setiap pasangan.
  4. Metode Distribusi Kekuatan sama dengan menilai pada sebuah kurva, persentase dugaan dari yang dinilai ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
  5. Metode Kejadian Kritis yaitu menyimpan catatan tentang contoh bagus yang tidak umum atau contoh yang tidak disukai atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
  6. Metode Skala Peringkat Standar Perilaku (BARS) yaitu metode penilaian yang bertujuan mengkombinasikan keuntungan naratif, kejadian kritis, dan skala terukur dengan membuat skala terukur yang berdasarkan pada contoh-contoh naratif khusus mengenai prestasi yang baik dan buruk

            Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal :
Fungsi pokok pekerjaan bawahan :
  • Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
  • Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan.
  • Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut.
            Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
            Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit “mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM.

Prinsip Dasar Penerapan Manajemen Kinerja
Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
·         Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya.

·         Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract).

·         Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama,yaitu:
ü  Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan
ü  Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.
ü   Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.

·         Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan

·         Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif

·         Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi.

·         Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi.

Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu :
a)       Perencanaan kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam target kinerja individual dalam batasananggaranyangTersedia.
b)      Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan yang timbul.
c)      Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsungmaupuntanyajawabdenganpihak-pihakterkait.
d)     Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai kinerjabawahanpadaperiodetersebut.
e)      Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut guna meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa “dipersalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah persoalan atasan juga.

            Penilaian kinerja karyawan merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini dipenuhi. Aspek-aspek yang dibahas dalam Penilaian Kinerja:
• Kinerja karyawan
• Umpan balik untuk Pengembangan karyawan
            Siklus penilaian kinerja karyawan diawali dengan penetapan sasaran kinerja berikut target yang ingin dicapai; kemudian diikuti dengan monitoring, lalu dilakukan proses evaluasi serta diakhiri dengan pemanfaatan hasil evaluasi bagi kebijakan promosi, kenaikan gaji ataupun program pengembangan.
Unsur-unsur dari penilaian kinerja karyawan yang dianggap berhasil, adalah sbb:
1)      Pengukuran terhadap hasil kinerja karyawan dan dibandingkan dengan sasaran dan standar
2)       Penghargaan terhadap kontribusi karyawan
3)      Identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk saat ini dan di masa mendatang
4)      Penetapan sasaran dan/atau standar untuk periode appraisal berikutnya

Manfaat penilaian kinerja karyawan adalah sbb :
1)      Menyampaikan hasil-hasil yang diharapkan dari pekerjaan.
2)      Mencegah kesalahpahaman tentang kualitas kerja yang diinginkan.
3)      Meningkatkan produktivitas karena karyawan mendapat umpan balik
4)      Menghargai kontribusi positif
5)      Mendorong komunikasi dua arah dengan karyawan
            Tantangan yang harus dikelola dengan baik ketika kita dalam melakukan proses penilaian kinerja. Tantangan tersebut antara lain adalah :
·         Tidak memiliki skills yang diperlukan untuk melakukan Penilaian Kinerja secara efektif.
·         Karyawan tidak menunjukkan minat untuk berpartisipasi dalam Penilaian Kinerja.
·         Berpotensi untuk menimbulkan konflik.
·         Dilakukan secara tergesa-gesa karena keterbatasan waktu.
·         Tidak mendapatkan prioritas yang tinggi, sehingga sering ditunda dan kehilangan momentum.

            Lalu, Elemen apa saja yang sebaiknya dinilai dalam performance appraisal atau penilaian kinerja karyawan? Berdasar sejumlah literatur dan pengalaman praktis, terdapat dua elemen kunci yang mesti dievaluasi. Elemen atau komponen itu adalah :
1)      aspek kompetensi atau perilaku kerja karyawan
2)      aspek hasil kerja (job resylts).

Komponen Kompetensi
            Secara spesifik komponen yang pertama, yakni komponen kompetensi dirancang untuk mengevaluasi aspek kecakapan seorang karyawan. Contoh daftar kompetensi yang lazim digunakan adalah leadership, communication skills, initiative, teamwork, problem solving, dan planning & organizing skills.
            Untuk penggunaannya bisa dibedakan antara level manajer dengan staf. Misal untuk level manajer, semua contoh daftar kompetensi diatas dapat digunakan. Namun untuk staff, hanya beberapa jenis kompetensi saja yang dievaluasi. Bobot aspek kompetensi biasanya adalah 30 – 40%.
            Selanjutnya, daftar kompetensi ini diberi skala 1 – 5 (dimana 1 = buruk dan 5 = istimewa). Secara periodik (misal setiap semester), atasan diminta untuk memberikan skor berdasar skala yang sudah disusun tadi.






Permasalahan dan Kendala Dalam Penerapan Manajemen Kinerja

            Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
  • Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
  • Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,
  • Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
  • Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.

Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
  • Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
  • Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
  • Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
  • Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar